Semarang, eMaritim.com - Komitmen Indonesia dalam mengatasi
sampah plastik di laut yang salah satunya ditunjukan dengan adanya Aksi
Nasional Gerakan Bersih Laut dan Pantai pada tanggal 12 September 2019 lalu
mendapatkan apresiasi dalam pertemuan The 12th Cooperation Forum (CF) di
Semarang Jawa Tengah, kemarin (1/10).
Pada kesempatan dimaksud Indonesia menyampaikan bahwa aksi
Nasional Gerakan Bersih Laut dan Pantai juga tercatat oleh Museum Rekor
Indonesia (MURI) sebagai rekor dunia
dalam pelaksanaan gerakan bersih laut dan pantai serentak di 228 lokasi yang
melibatkan juga masyarakat sekitar dan stakeholder terkait.
“Prestasi ini menunjukan bahwa isu pengurangan sampah
plastik menjadi salah satu prioritas utama yang menjadi perhatian di dunia
maritim Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo
usai menutup resmi pertemuan CF yang diselenggarakan di bawah kerangka
kerjasama Cooperative Mechanism terkait keselamatan pelayaran dan perlindungan
lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Pada kesempatan tersebut, Indonesia menegaskan komitmennya
untuk mengurangi sampah plastik. Hal ini ditunjukan dengan keterlibatan
Indonesia pada forum-forum Internasional yang membahas mengenai penanggulangan
dan pengurangan sampah plastik.
Pada level ASEAN, Indonesia mendukung terwujudnya Deklarasi
Bangkok tentang Penanggulangan Sampah Laut di Wilayah ASEAN yang diadopsi oleh
negara-negara ASEAN pada Pertemuan ASEAN Summit ke-34 di Thailand pada 22 Juni
2019.
Sedangkan di tingkat global, Indonesia mengusulkan sebuah
resolusi pada Pertemuan UNEA ke-4 untuk mendirikan Regional Capacity Center for
Clean Seas (RC3S) di Bali, dan juga mengusulkan kepada IMO untuk memiliki
Marine Litter Action Plan.
Adapun pada pertemuan CF tersebut, Indonesia juga telah
menyampaikan beberapa hal yang telah dilakukan Indonesia terkait isu
keselamatan navigasi pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura,
perlindungan lingkungan maritim, serta kebijakan serta pandangan ke depan
terkait keselamatan pelayaran diantaranya update terkini tentang penetapan
Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Selain itu, Indonesia juga telah menginformasikan kepada
Forum bahwa saat ini Indonesia tengah melakukan studi tentang e-Navigasi di
perairan Indonesia yang terdiri dari konsep e-Navigasi dan program
pengembangannya. Indonesia berharap dapat bekerja sama dengan Malaysia dan
Singapura untuk mengembangkan konsep umum e-Navigasi regional di Selat Malaka
dan Selat Singapura, yang dapat membantu pertukaran informasi antara ketiga
Negara Pantai.
Forum juga membahas tentang isu tumpahan minyak dan
bagaimana cara penanggulangannya. Terkait dengan hal tersebut, Indonesia
menyampaikan pandangannya bahwa Negara-negara pantai harus meninjau dan
memperbarui sistem pelaporan kapal pada saat kapal transit di Selat Malaka dan
Selat Singapura, terutama kapal yang mengangkut minyak serta barang beracun dan
berbahaya.
Terkait dengan hal tersebut, diperlukan mekanisme untuk
mengkolaborasikan laporan limbah laut dengan STRAITREP dan Indonesia
mengusulkan untuk membentuk sebuah Working Group pada Pertemuan TTEG ke-44 yang
diselenggarakan setelah pertemuan CF ini.
Pada Pertemuan CF dibahas pula tentang laporan perkembangan
Proyek yang dilaksanakan di bawah kerangka kerjasama Cooperative Mechanism,
antara lain Straits Project 1 tentang Pemindahan Kerangka Kapal pada TSS di
Selat Malaka dan Selat Singapura, Straits Project 2 tentang Penggantian dan
Merawatan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura,
Straits Project 11 tentang Pengembangan Pedoman tentang Tempat Pengungsian
(PoRs) bagi kapal-kapal yang membutuhkan bantuan di Selat Malaka dan Selat
Singapura, serta Straits Project 13 tentang Studi Baru untuk Keselamatan
Navigasi Pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Terkait dengan Straits Project 2, Indonesia menyampaikan
pada Forum bahwa VTS Batam dan Dumai sudah secara aktif menyediakan layanan
yang diperlukan dalam menjamin keselamatan navigasi pelayaran di Selat Malaka
dan Selat Singapura.
Selain itu, Indonesia juga menekankan bahwa terdapat
kebutuhan untuk menciptakan sebuah mekanisme sharing informasi antara Negara
Pantai terkait dengan pemindahan kerangka kapal untuk kemudian diperbaharui
pada peta laut.
Sebagai informasi, Co-Operation Forum adalah salah satu
pilar dari Cooperative Mechanism yang membahas tentang Keselamatan Pelayaran
dan Perlindungan Lingkungan Maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura,
disamping Aids of Navigation Fund (ANF) dan Project Coordination Committee
(PCC).
Pertemuan rutin yang dilakukan setiap tahunnya secara
bergiliran oleh ketiga negara pantai atau Littoral States yaitu Indonesia,
Malaysia dan Singapura tersebut merupakan wadah utama bagi negara pengguna,
industri pelayaran serta stakeholder lain untuk duduk bersama membahas terkait
keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan
Selat Singapura.
Pertemuan tersebut dibentuk untuk mendorong terjadinya
dialog dan tukar pandangan mengenai isu-isu di SOMS dan bertujuan untuk menampung
masukan dari pengguna SOMS secara rutin. Pertemuan tersebut juga memfasilitasi
kerja sama yang lebih nyata antara negara pantai, negara pengguna, industri
pelayaran, dan stakeholder lainnya dalam menjaga keselamatan berlayar dan
perlindungan lingkungan maritim di salah satu jalur pelayaran internasional
tersibuk di dunia tersebut.
Tercatat sebanyak 129 orang delegasi yang berasal dari
sembilan negara dan tujuh organisasi hadir pada pertemuan yang ditutup oleh
Dirjen Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo kemarin (1/10).
Adapun yang bertindak sebagai Acting Chairman dalam
pertemuan dimaksud adalah Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu
Handoko. Sementara yang menjadi Ketua Delegasi Indonesia adalah Direktur
Kenavigasian, Basar Antonius, Ketua Delegasi Malaysia adalah Direktur Jenderal
Departemen Maritim Malaysia Dato’ Hj. Baharin Abdul Hamid. Sedangkan delegasi
Singapura dipimpin oleh Chief Executive Maritime and Port Authority of
Singapore (MPA), Madam Quah Ley Hoon.
Sebelumnya, Pertemuan 12th CF dibuka resmi oleh Menteri
Perhubungan, Budi Karya Sumadi pada hari Senin (30/9) yang dihadiri juga oleh
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.