Jakarta, eMaritim.com - Jelang pemberlakukan kewajiban
setiap kapal menggunakan bahan bakar low sulfur atau lebih dikenal dengan
aturan IMO2020, Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa setiap kapal baik kapal
berbendera Indonesia maupun kapal asing yang beroperasi di perairan Indonesia
wajib menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur senilai maksimal 0,5 %
m/m, mulai 1 Januari 2020.
Hal tersebut diperkuat
dengan dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut
No. SE.35 Tahun 2019 tanggal 18 Oktober 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Bahan
Bakar Low Sulfur dan Larangan Mengangkut atau Membawa Bahan Bakar yang tidak
Memenuhi Persyaratan serta Pengelolaan Limbah Hasil Resirkulasi Gas Buang dari
Kapal.
Adapun kewajiban menggunakan low sulfur tersebut menunjuk
pada aturan International Convention for the Prevention of Pollution from Ships
(MARPOL Convention) Annex VI Regulation 14, IMO Resolution Marine Environment
Protection Committee (MEPC) 307(73) : 2018 Guidelines for the Discharge of
Exhaust Gas Recirculation (EGR) Bleed-Off Water, Pasal 36 Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan
Maritim dan Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor
UM.003/93/14/DJPL-18 tanggal 30 Oktober 2018 tentang Batasan Kandungan Sulfur
Pada Bahan Bakar dan Kewajiban Penyampaian Konsumsi Bahan Bakar di Kapal.
"Kapal berbendera Indonesia dan kapal berbendera asing
yang akan menggunakan bahan bakar tersebut agar melakukan pembersihan tangki
bahan bakar, sistem perpipaan dan perlengkapan lainnya yang terkait untuk
memastikan kebersihan dari sisa atau endapan bahan bakar sebelumnya (bahan
bakar dengan kandungan sulfur lebih besar dari 0,5 % m/m) dan mengembangkan
rencana penerapan di kapal (ship implementation plan) sesuai pedoman IMO
MEPC.1/Circ.878," ujar Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Capt. Sudiono
hari ini (19/10) di Jakarta.
Lebih lanjut, Capt. Sudiono mengatakan bahwa kapal
berbendera Indonesia yang masih menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur
lebih besar dari 0,5 % m/m, agar dilengkapi dengan Sistem Pembersih Gas Buang
(Exhaust Gas Cleaning System) dengan jenis yang disetujui oleh Direktur
Jenderal Perhubungan Laut.
Sementara itu, Kapal berbendera Indonesia yang berlayar
Internasional dilarang mengangkut atau membawa bahan bakar dengan kandungan
sulfur lebih besar dari 0,5 % m/m untuk sistem propulsi/ penggerak atau bahan
bakar untuk operasi peralatan lainnya di atas kapal mulai tanggal 1 Maret 2020
dan larangan ini tidak berlaku untuk kapal yang menggunakan metode alternatif
misalnya menggunakan sistem pembersihan gas buang yang disetujui berdasarkan
peraturan 4.1 Annex VI Konvensi MARPOL.
"Adapun Kapal berbendera Indonesia yang berlayar
Internasional yang menggunakan Sistem Pembersihan Gas Buang (Exhaust Gas
Cleaning System/ Scrubber) tipe open loop untuk Resirkulasi Gas Buang (Exhaust
Gas Recirculation/ EGR) agar memperhatikan ketentuan di negara tujuan
dikarenakan beberapa negara telah melarang penggunaan Sistem Pembersihan Gas
Buang (Exhaust Gas Cleaning System/ Scrubber) tipe open loop dimana pembuangan
limbah hasil resirkulasi sistem gas buang dari mesin di kapal untuk dibuang
secara langsung diperairan negaranya dan melainkan harus disimpan dalam tangki
penampung di atas kapal untuk selanjutnya dibuang melalui fasilitas penerima
(reception facility) yang tersedia di pelabuhan," jelas Capt. Sudiono.
Untuk Kapal berbendera Indonesia dan kapal berbendera asing
yang akan menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur maksimal 0,5% m/m,
bahan bakar dimaksud tersedia di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta atau di
Floating Storage Teluk Balikpapan atau pelabuhan lainnya yang sudah menyediakan
mulai tanggal 1 Januari 2020.
"Dengan adanya aturan ini, kiranya agar para pengguna
jasa, stakeholder terkait dapat tunduk terhadap implementasi penggunaan bahan
bakar low sulfur mengingat Indonesia adalah salah satu negara anggota Dewan
International Maritime Organization (IMO) yang berperan aktif dalam hal
perlindungan lingkungan maritim. Oleh sebab itu, agar para Kepala Kantor
Kesyahbandaran Utama, Para Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan,
Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam dan Para
Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat menyampaikan kepada seluruh stakeholder
terkait di wilayah kerja masing-masing serta melakukan pengawasan terhadap
pemberlakuannya dan tunjukan kepada dunia bahwa Indonesia adalah Negara
kepulauan yang aktif dan peduli terhadap perlindungan lingkungan maritim,"
tutup Capt. Sudiono.