Jakarta, eMaritim.com – Program tol laut yang diigadang
gadang akan sukses di pemerintahan Jokowi ini mendapatkan banyak hambatan dalam
perjalanannya, yang seharusny menjadi pemerataan harga justru dikuasai oleh
sektor swasta nasional.
Lantas Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, tidak
memungkiri ada sejumlah oknum yang menguasai pasar. Jalur yang mereka gunakan
terpusat di Surabaya, Jawa Timur.
Menanggapi hal itu, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut
Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub, Capt Wisnu Handoko, menjelaskan setidaknya
ada lima faktor yang berpotensi menjadi celah monopoli tersebut.
Pertama, ada oknum shipper atau forwarder yang
menguasai booking order untuk sewa kontainer pengiriman. Hal itu bisa terjadi
di seluruh wilayah Indonesia.
"Jadi shipper atau forwarder biasanya menguasai booking
order kontainer. Bisa pakai nama berbeda-beda, tetapi sebetulnya sama
saja," kata Wisnu, di Jakarta, Jumat (1/11).
Modus kedua adalah adanya forwarder yang bisa secara
bersamaan menjadi penerima. "Nah, ini kan otomatis kan ada korelasi, kok
bisa pakai itu terus jasanya," ujar Wisnu.
Faktor ketiga yaitu pada satu perusahaan operator pelayaran,
forwarder yang melayani hanya itu-itu saja. Shipper itu seolah menutup
kerjasama dengan para forwarder lain yang tidak memiliki perjanjian khusus.
"Kecenderungan
kalau itu-itu saja (forwarder-nya), harga jadi tinggi karena tak ada pilihan
lagi. Misalnya di Dobo, yang layani satu forwarder saja. Harga jadi naik terus.
Padahal secara relatif biaya pelabuhannya tidak mengalami kenaikan," tutur
Wisnu.
Faktor keempat yang membuat angkutan laut dimonopoli swasta,
yakni hanya terdapat satu koperasi TKBN yang melayani di dalam satu pelabuhan.
"Ini yang selama ini kita selalu kritisi di pelabuhan
hanya ada 1 TKBN karena tidak ada kompetisi, akhirnya biaya tinggi. TKBN minta
biaya tambahan bisa diluar cargo handling dan sebagainya hingga Rp1 juta,"
ujar Wishnu.
Kemudian, faktor kelima adalah conseignee atau pengirim
barang yang sudah mendapat barang banyak, seharusnya bisa menjual barangnya
dengan harga yang lebih murah karena pengirimannya sudah disubsidi pemerintah.
"Misal disubsidi 20 persen, disparitas turunnya
harusnya juga segitu lah (20 persen). Masalahnya, untuk conseignee-conseignee
yang borong, kami rasa dia tidak menjual dengan harga yang lebih rendah dari
harga pasar," pungkasnya.
Sebelumnya, Kemenhub mencatat ada empat trayek pengiriman
barang via tol laut yang berpotensi dimonopoli oleh perusahaan swasta, antara
lain trayek Tanjung Priok-Namlea, Tanjung Priok-Dobo, Tanjung Priok-Saumlaki,
dan Tanjung Priok-Wasior.