Jakarta, eMaritim.com - Asosiasi Pengusaha Pelayaran dalam negeri atau Indonesian National Shipowners Association (INSA) mendapat kesempatan baik untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo di
Istana Merdeka Jakarta, Rabu (04/01). Dalam kesempatan tersebut, INSA
menyampaikan beberapa isu-isu seputar dunia pelayaran nasional.
Pertemuan ini merupakan pertemuan yang ditunggu INSA selama kurun waktu 5 tahun Presiden Jokowi menjabat, dan beberapa isu yang ingin INSA sampaikan meliputi keluhan dan ke-khawatiran pengusaha pelayaran dalam negeri yang belum tertampung dan belum terealisasi pada Menteri Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dan sampai dititik akhir pada Presiden Republik Indonesia
Isu utama yang
menjadi fokus pembicaraan INSA dan Presiden Joko Widodo adalah terkait
pentingnya mempertahankan kebijakan asas cabotage.
Kebijakan yang
tertuang dalam Inpres No 05 tahun 2005 dan Undang-undang Pelayaran No 17 tahun
2008 tentang Pelayaran sudah terbukti positif mengerek jumlah armada merah
putih menjadi 25 ribu lebih dari sejak dimulainya asas cabotage pada 2005 yang
hanya sekitar enam ribu armada.
Asas cabotage
juga sudah terbukti positif bagi ekosistem bisnis pelayaran lainnya, seperti
galangan kapal, logistik, industri komponen, dan lembaga sekolah pendidikan SDM
pelaut.
Lebih dari itu, asas
cabotage juga bermakna kedaulatan negara atau sovereign of the country
menyangkut peran angkutan laut nasional dari kemungkinan ancaman terhadap
pertahanan dan keamanan negara.
Investasi asing pada industri pelayaran sebagian besar
tidak dalam bentuk aliran dana masuk, sebagaimana yang terjadi di sektor
infrastruktur dan manufaktur. Investasi kapal di sektor pelayaran hanya dalam
bentuk pemindahan asset kapal dari bendera asing menjadi bendera Indonesia,
yang dicatat sebagai bagian dari investasi dalam perusahaan tersebut. Hasil
pendapatan usaha pelayaran asing di Indonesia sebagian besar digunakan untuk
mengembalikan nilai investasi di negara asalnya.
Selain itu, kapal
merupakan asset bergerak sehingga sewaktu-waktu dapat dipindahkan kepemilikan
dan operasionalnya di luar wilayah Indonesia. Oleh karenanya, investasi asing
di sektor pelayaran berdampak lebih kecil ketimbang sektor lain terhadap
ekonomi nasional.
Namun bukan
berarti investasi asing di sektor angkutan laut tidak diperlukan. Investasi
asing dibutuhkan untuk jenis-jenis kapal kerja yang memerlukan teknologi
tinggi, seperti kapal pengeboran lepas pantai dengan mekanisme perizinan PMA
yang berbeda dari PMDN.
“Untuk itu kami
sampaikan bahwa industri pelayaran adalah industri strategis yang berhak masuk
dalam Daftar Negatif Investasi (DNI),” kata Carmelita, Rabu (04/12).
WKU III DPP INSA
Darmansyah Tanamas mengatakan dengan kebijakan memasukkan pelayaran nasional
dalam DNI, akan sangat membantu dalam pengembangan perusahaan pelayaran nasional
menengah dan kecil.
Isu lain yang
dibicarakan antara pengurus DPP INSA dan Presiden Joko Widodo terkait
pembentukan badan tunggal penjaga laut dan pantai atau sea and coast guard
sesuai amanat Pasal 256 pada Undang-undang No 17 tahun 2008. Saat ini banyak
institusi lembaga penegak hukum yang berwenang di laut. Akibatnya, terjadi
biaya tinggi di tengah laut dan ketidakpastian waktu pengiriman barang.
“Dalam pertemuan
dengan Presiden kami juga sampaikan perlu dibentuknya single agent multy task,
atau satu instansi yang melingkupi seluruh keamanan dan keselamatan laut dan
pantai,” katanya.
Dalam kesempatan
itu, INSA juga menyampaikan terkait dengan dibutuhkannya dukungan pembiayaan
pengadaan kapal bagi industri pelayaran nasional dengan bunga kompetitif, yakni
satu digit dan bertenor panjang berkisar 10-15 tahun sesuai dengan amanat Pasal
56-57 Undang-undang No 17 tahun 2008.
Untuk itu, diusulkan agar skema pembiayaan angkutan laut dimasukkan atau
disamakan seperti skema pembiayaan infrastruktur.
Pembahasan
lainnya adalah terkait tol laut yang memerlukan dukungan seluruh pihak, tidak
hanya dari Kementerian Perhubungan, tapi juga dukungan dari Kementerian
Perdagangan dan juga BUMN. Hal ini untuk menghilangkan resiko permainan harga
barang tol laut oleh distributor.
“Optimalisasi
Program Tol Laut harus melibatkan dan didukung banyak kementerian, seperti
Kementerian Perdagangan dan BUMN.”
Pertemuan
tersebut juga menyinggung tentang pemberdayaan industri galangan kapal nasioal
dan dukungan pemberian fasilitas fiskal. Dukungan terhadap galangan kapal
nasional juga diberikan berupa pembatasan usia atas impor kapal tidak baru yang
dapat diproduksi di galangan kapal dalam negeri.