Apel yang dipimpin Dirjen Perhubungan Laut, R. AGUS H.Purnomo tersebut diikuti seluruh instansi terkait. Yakni, KPLP, Bakamla, Polair, Basarnas, TNI AL dan Kemenko Maritim.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam arahannya secara virtual pada acara itu menyampaikan apresiasi kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Dijelaskan, sebagai negara kepulauan, Indonesia kini telah menancapkan sejarah baru dalam mengimplementasikan secara penuh TSS pada alur laut Selat Sunda dan Lombok.
TSS ini telah disepakati IMO dan memberikan dampak posirif bagi Indonesia dan memperlancar arus pelayaran laut.
Selat Sunda dan Lombok terletak di Alur Laut Kepulauan Indobesia (ALKI) I dan II yang ramai dilalui kapal-kapal niaga yang akan mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Dirjen Perhubungan Laut R.Agus H.Purnomo kembali mengingatkan agar seluruh instansi yang terlibat dalam TSS diwajibkan bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) masing-masing.
Dengan menjalankan Tupoksi secara baik dan penuh tanggungjawab, pelaksanaan TSS nanti di lapangan akan berjalan sesuai yang diinginkan.
" Kita berkolaborasi dengan sejumlah instansi, sesuai Tupoksi masing-masing, dipimpin oleh KPLP," kata Dirjen Agus pada awak media usai memimpin apel.
Ditanya soal kekhawatiran para pemilik kapal terkait adanya biaya, Dirjen Agus menegaskan, para operator pelayaran tidak perlu khawatir dan tidak ada tarif terlebih pungutan yang membebani oeparator pelayaran.
1 Juli 2020 menjadi penentu dimulainya TSS di kedua selat tersebut, yang prosesnya cukup lama dengan beragam persiapan. Diantaranya, peningkatan pengawasan di TSS dengan mengoptimalkan pengoperasian Vessel Traffic Service (VTS) Merak dan VTS Benoa.
Sarana dan prasarana pada kedua VTS tersebut, termasuk Automatic Identification System (AIS), Radar, dan perangkat pendukung lainnya yang siap melaksanakan pengawasan pada seluruh wilayah TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Sesuai Kepmenhub No. KM 129/2020 tentang Penetapan Sistem Rute di Selat Lombok dan Kepmenhub KM 130 /2020 tentang Penetapan Sistem Rute di Selat Lombok dan Selat Sunda,
sebagai payung hukum
Regulasi itu juga mengatur pelaksanaan Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi (SUNDAREP dan LOMBOKREP) bagi kapal-kapal yang melintas pada TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Adapun pelaksanaan SUNDAREP dan LOMBOKREP dilaksanakan agar terdapat manajemen lalu lintas yang efisien dan cepat, demi kepentingan keselamatan navigasi dan perlindungan lingkungan laut, sebagaimana didefinisikan dalam konvensi internasional yang relevan.
Hal tersebut juga sesuai dengan Konvensi SOLAS Chapter V, yang mengatur tentang fungsi dan peran terkait operasional Vessel Traffic Services (VTS) dan Ship Reporting System (SRS), serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran.
Karena itu mulai 1 Juli, seluruh kapal yang melewati Selat Sunda dan Lombok wajib melaporkan dan memberikan informasi tentang ukuran kapal, kondisi ballast, dan jenis muatan.
Informasi secara terbuka bahan muatan itu sangat penting untuk mengetahui dan memastikan barang yang dibawa tidak berbahaya.
Sebekimnya, Direktur Kenavigasian Hengki Angkasawan mengatakan, Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi di Selat Sunda dan Lombok bersifat wajib.
Dalam berkomunikasi di Selat Sunda dan Selat Lombok harus dilaksanakan dengan percakapan yang mudah dimengerti dan singkat.
“Bagi TSS Selat Sunda melalui Radio VHF pada channel 22 atau 68 dengan nama panggil Merak VTS, sedangkan TSS Selat Lombok melalui Radio VHF pada channel 16 atau 68 dengan nama panggil Benoa VTS, dimana semua kapal yang melewati TSS harus sepenuhnya melaksanakan tugas jaga dengar," jelasnya.
Peran VTS, ungkap Hengki, sangat vital dalam pelaksanaan Sistem SUNDAREP dan LOMBOKREP, mengingat kapal-kapal akan berkomunikasi dengan VTS, terkait fungsi pelaporan kapal, serta pelayanan INS (Information Navigation Service) dan NAS (Navigational Assistance Service).
Seluruh kapal yang berlayar di kedua Selat itu direkomendasikan mempergunakan informasi yang disiarkan oleh VTS Merak dan VTS Benoa.