Industri Maritim Nasional Hadapi Kendala, Ini Solusi Yang Ditawarkan Profesor IPB -->

Iklan Semua Halaman

Industri Maritim Nasional Hadapi Kendala, Ini Solusi Yang Ditawarkan Profesor IPB

22 Juli 2020
Industri Maritim Nasional Hadapi Kendala, Ini Solusi Yang Ditawarkan Prof.Dr.Rokhmin Dahuri
eMaritim.com - Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Prof.Dr.Rokhmin Dahuri menyebutkan  industri maritim khususnya perikanan nasional masih menghadapi kendala dan harus segera diatasi bersama. Sebagai negara mritim, sektor maritim harus menjadi ujung tombak pertumbuhan ekonomi nasional, dan peluang itu sangat terbuka di Indonesia.

"Permasalahan digitalisasi di sektor  perikanan yang saat ini dihadapi antara lain berkurangnya ketergantungan terhadap SDM, tenaga kerja yang kurang terampil. Implikasinya, berdampak pada kehilangan pekerjaan, kurangnya pembangunan infrastruktur terutama dalam sektor digital, kecepatan akses internet di Indonesia yang tergolong masih rendah, dan kontribusi bisnis di sektor digital masih minim terhadap produk domestik bruto (PDB)," kata Prof. Rokhmin pada webinar  "Peluang danTantangan Digitalisasi Sektor Kelautan dan Perikanan di Masa dan Psca Pemdemi Covid-19", Rabu (22/7/2020).

Di sisi lain, menurut mantan Menteri KKP itu. terdapat peluang digitalisasi di sektor maritim seperti potensi peningkatan network tenaga kerja hingga 2,1 juta pekerjaan baru pada tahun 2025. Kemudian  meningkatkan efektivitas serta efisiensi biaya logistik.

Selanjutnya, jelas Rokhmin adalah  meningkatkan kelancaran arus barang, transparansi, percepatan pelayanan, penyederhanaan prosedur, keamanan dari sisi pelacakan kargo dan informasi tentang kapal. Kemudahan usaha dan keuntungan bagi pelaku usaha apabila diterapkan sistem online yang terintegrasi dan deregulasi peraturan sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Saat ini, menurut Rokhmin,  sudah ada  beberapa platform yang dapat mengakomodir kebutuhan digitalisasi di sektor maritim. Pertama, vessel traffic system (VTS) yaitu sistem monitoring lalu lintas pelayaran. Kedua, Inaportnet 2.0 serta sistem delivery online yang diharapkan dapat mengurangi antrian barang dipelabuhan, meningkatkan transparansi, dan mengurangi waktu pelayanan.

Ketiga, papae putra Cirebon Jawa Barat itu, e-Komoditi yaitu platform untuk mengakomodir pergerakan distribusi ikan sehingga pengguna dapat melihat proses pengiriman hingga barang sampai di tujuan.

"Keempat, platform Laut Nusantara yang dirancang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), untuk transformasi budaya nelayan dari mencari ikan menjadi menangkap ikan dan memberikan data akurat mengenai berbagai kebutuhan nelayan selama melaut," papar
Rokhmin dalam webinat yang diselenggarakan oleh Myshipgo.

Tantangan Sektor Logistik

Sementara, Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) menyatakan, tantangan logistik sektor perikanan pada era Revolusi Industri 4.0 yaitu masalah konektivitas antara sentra produksi/pengumpulan dan sentra distribusi/industri/ konsumsi secara efisien, keterbatasan infrastruktur dan penyedia jasa logistik di sentra perikanan, kualitas SDM pelaku usaha perikanan, dan keterbatasan teknologi informasi untuk logistik perikanan.

Menurut Setijadi, kebijakan digitalisasi sektor perikanan perlu dilakukan dengan pendampingan kepada nelayan dan pelaku usaha secara konsisten, sehingga tujuan digitalisasi untuk menekankan transparansi, efisiensi waktu dan biaya, serta meningkatkan nilai tambah industri perikanan nasional dapat tercapai.

Ke depan, papar SCI, Pemerintah perlu menyederhanakan birokrasi perizinan investasi, permudah akses pendanaan kepada nelayan yang mayoritas pengusaha mikro serta kecil dan menengah, memberdayakan koperasi, membangun infrastruktur pendukung. "Selain itu perlu mengimplementasikan jaring pengaman sosial untuk nelayan dan pekerja sektor perikanan," kilah profesional bidang logistik itu.

Dia mnambahkan, Pemerintah  perlu membantu penyerapan produk perikanan dengan memperbaiki akses pemasaran hasil produksi perikanan melalui sistem data yang terintegrasi. "Sistem tersebut mencakup data produksi perikanan, jaringan, serta kapasitas sarana dan prasarana, sehingga dapat mendorong pertumbuhan nilai tukar nelayan di berbagai daerah," tegas Setijadi.