Pentingnya Pemahaman Maritim Yang Mendalam Sebagai Dasar Pengembangan SDM Maritim, RDPU IKPPNI Dengan Komisi V DPR RI -->

Iklan Semua Halaman

Pentingnya Pemahaman Maritim Yang Mendalam Sebagai Dasar Pengembangan SDM Maritim, RDPU IKPPNI Dengan Komisi V DPR RI

15 November 2020


Sudah bukan rahasia lagi bahwa dunia kepelautan Indonesia masih memiliki masalah yang nyata sampai saat ini, selain masalah penempatan tenaga kerja pelaut juga masalah perlindungan hukum dan pengakuan negara kepada profesi ini. Atas dasar hal inilah Ikatan Korps Perwira Pelayaran Indonesia (IKPPNI) kembali menyambangi Komisi V DPR RI untuk memberikan masukan dalam RDPU pada hari kamis 13 November 2020.

Dalam wawancara eksklusif Ketua IKPPNI Capt Dwiyono Soeyono dengan eMaritim setelah acara tersebut, beberapa ha hal yang menjadi perhatian Organisasi Profesi tersebut bisa dirangkum sebagai berikut;


eMaritim;

Apa saja masalah yang disampaikan tadi Capt?


Dwiyono Soeyono;

Profesi kami belum memiliki Undang Undang Perlindungan Profesi yang bisa dijadikan sebagai aturan dalam melakukan pekerjaan memberikan jasa dibidang pelayaran. Ini menjadi krusial karena profesi ini sudah ada jauh sebelum negara ini terbentuk.


eMaritim;

Mengapa itu menjadi perlu?


DS:

Selain mengatur tata cara dalam memberikan jasa, pelaut juga harus dilindungi apabila terjadi sebuah kecelakaan kapal. Disini peran UU Perindungan profesi akan dipakai sebagai acuan dalam sidang di Mahkamah Pelayaran. Untuk itulah kami memandang perlu membuat Kode Etik Profesi yang sudah ada sejak tahun 2013 dan saat ini mulai di adopsi oleh Ditjen Hubla. Kedua hal ini, UU Perlindungan Profesi dan Kode Etik Perwira Pelayaran Negara yang memagari pelaut dalam bertindak, bekerja. Pelaut bukan profesi umum, dan bukan kami yang menyatakan tapi aturan Internasional sudah mengakuinya sejak sebelum jaman kolonialisme. Itulah cita-ciat pendiri bangsa ini, ingin menjadikan bangsa ini kembali menjadi bangsa pelaut.


eMaritim;

Hal lain Capt?


DS;

Kami duduk di Akademi, Politeknik atau Sekolah Tinggi Pelayaran selama 3-4 tahun untuk bisa menjadi perwira muda diatas kapal, selanjutnya jika kami ingin menjadi perwira senior kami harus memiliki pengalaman berlayar minimal 2 tahun sebelum bisa sekolah lagi selama 6-10 bulan, barulah kami secara persaratan bisa menjadi perwira senior. Selanjutnya jika ingin menjadi Nakhoda atau Masinis tertinggi diatas kapal yang ukurannya unlimited, kami harus punya pengalaman minimal 2 tahun dan kemudian kembali ke sekolah sekitar 6 bulan untuk. Setalh itulah seseorang bisa menjadi pemimpin tertinggi diatas kapal. Tetapi pengakuan negara untuk seluruh jenjang pendidikan tersebut tetap saja masih pada level Diploma 3. Hal ini berimbas apabila individu tersebut ingin berkarir di instansi pemerintah maka golongannya D3, seseorang yang berusia 30 tahun dengan jenjang pendidikan selama 10 tahun termasuk pengalaman wajibnya. Ini juga yang membuat pelaut professional tidak banyak yang berminat bekerja di pemerintahan, salah satunya karena kesetaraan tersebut dimana gelar akademik kami tetap saja sama.


IKPPNI adalah organisasi pertama yang menggagas dibentuknya Satgas Pemberantasan Ijazah Palsu Pelaut yang marak di Indonesia dan luar negeri. Dan sekarang ini sudah ada tindak lanjut kongkrit dari Ditkapel dengan dikeluarkannya edaran mengenai ijazah palsu pelaut tersebut.


eMaritim;

Mengenai MLC sampai ini sejauh apa perkembangannya di Indonesia?


DS;

Menurut kami selaku tenaga ahli dibidang maritime niaga sebaiknya MLC2006 tetap dibawah Kementerian Perhubungan cq Ditjen Hubla dengan pertimbangan sebagai telah adanya Perpres RI No. 40 tahun 2015, Bab VI Pasal 44 ayat (1) yang berbunyi; Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menjadi penanggung jawab pelaksanaan kegiatan dan administrasi Pemerintah pada Organisasi Maritim Internasional dan/atau lembaga internasional di bidang pelayaran lainnya, sesuai peraturan perundang- undangann.

Selanjutnya juga ada PM 122 tahun 2018, Bab V Bagian keenam Pasal 340 yang berbunyi; Direktorat Perkapalan dan Kepelautan mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi serta evaluasi dan pelaporan di bidang kelaiklautan kapal, perlindungan lingkungan maritim dan kepelautan

Kementerian Perhubungan memiliki SDM yang berkualifikasi Pelayaran Niaga sementara Kemenaker tidak memilki SDM yang memiliki kualifikasi Pelarayaran Niaga

Isi dari MLC 2006 ini juga sudah tertuang dalam UU 17 Tahun 2018 tentang Pelayaran. Dunia tidak pernah mengkategorikan pelaut sebagai buruh atau pekerja migran. 


eMaritim;

Apa lagi persoalan yang dibahas di Komisi V DPR Capt?


DS;

Sebenarnya masih ada banyak hal yang kami sampaikan, sayang waktu terbatas sehingga tidak semua bisa dijabarkan dengan detail dan komperhensif. Tapi sebagai gambaran, kami menyampaikan persoalan ASN di Ditjen Hubla yang memerlukan dasar tehnik lebih baik lagi, Omnibuslaw, Pendirian Universitas Maritim, masalah Serikat Pekerja Pelaut, ISM Code 2018, dan Selat Sumatera. Khusus mengenai Selat Sumatera, sudah kami sampaikan ke berbagai pihak beberapa tahun lalu, dimana maksudnya adalah kita membiasakan diri menyebut selat tersebut sebagai bagian dari sejarah Nusantara dan pada akhirnya adalah mengajukan sebuah bagan TSS yang East Bound untuk selalu ada di wilayah NKRI sampai ke Selat Singapura. 


eMaritim:

Terima kasih Capt, jika ada kesempatan kita lanjutkan diskusinya per topik agar lebih detail dan jelas bagi masyarakat maritim Indonesia.


DS;

Kami akan terus memberikan masukan kepada pemerintah mengenai maritim di negara ini, karena kita pahami komposisi insan maritim di pemerintah dan legislatif masih sangat minim, tak lain ini sebagai sumbangsih kami kepada bangsa. Terima kasih.