Solusi Agar Jembatan Aman Dari Lalu Lintas Kapal di Sungai- sungai Indonesia. -->

Iklan Semua Halaman

Solusi Agar Jembatan Aman Dari Lalu Lintas Kapal di Sungai- sungai Indonesia.

13 Mei 2021


Penggunaan sungai sebagai pusat kehidupan dan akses menuju dunia luar sudah dimulai sejak jaman keemasan kerajaan-kerajaan besar Nusantara seperti Sriwijaya dan Majapahit. Sungai adalah alur lalu lintas yang sangat diandalkan dari masa ke masa. Sungai Musi dan Sungai Brantas sudah menjadi pusat ekonomi dengan adanya pelabuhan- pelabuhan yang menghubungkan kerajaan dengan dunia luar dan masyarakat diluar kerajaan.

Di belahan dunia lain hal tersebut juga berlangsung sama dan tetap dipertahankan sampak saat ini. Kita tahu bahwa kota Liverpool dan Manchester sama sama ada di Sungai Mersey, London di sungai Thames, Rotterdam di Sungai Maas, Hamburg di sungai Elbe dan seterusnya.

Dimasa penjajahan kolonial Belanda di tanah air ini hal tersebut bahkan dikemas dalam bentuk pelayaran pedalaman (binnenvaart) yang tersambung dengan pelayaran pantai (kustvaart) atau bahkan langsung ke pelayaran samudera (zeevaart) di pelabuhan-pelabuhan di muara sungai atau di daerah labuh jangkar (ankerplaatsen).

Meningkatnya kebutuhan akan transportasi darat yang cepat dan pergeseran cara hidup masyarakat Indonesia di perkotaan secara perlahan merambah ke semua daerah dan pulau. Masyarakat melihat bahwa moda transportasi darat adalah yang paling efisien dibanding lewat air. Maka dibangunlah jembatan-jembatan melintasi sungai- sungai di Indonesia sebagai bagian dari pembangunan infrastruktur negara. Sebagian jembatan bahkan dianggap sebagai ikon kota atau ikon provinsi, jembatan dianggap sebagai pahlawan penyelamat ekonomi daerah bahkan melebihi peran sungai sebagai alur lalu lintas yang bebas hambatan.

Sayangnya pembangunan sebagian jembatan kurang memperhatikan proyeksi transportasi sungai dibawahnya untuk beberapa puluh tahun kedepan. Sehingga benturan kepentingan antara transportasi sungai dan darat menjadi dilema tersendiri. Jembatan yang pada awalnya merupakan pengganti kegiatan kapal penyeberangan, eretan dan sarana lain seperti pontoon, menjadi sesuatu yang primer walau kehadirannya termasuk yang paling belakang dibanding transportasi air di sungai tersebut.

Adanya beberapa insiden dimana kapal menabrak kaki jembatan pada akhirnya memicu pemerintah daerah setempat mencari solusi agar hal tersebut tidak berulang. Dari belasan cara yang umum dilakukan untuk melindungi resiko jembatan ditabrak kapal, semua daerah hampir seragam mengambil cara dengan menempatkan seorang navigator tambahan diatas kapal sebagai tenaga pandu, dan kapal tunda tambahan yang diharap mampu mengarahkan kapal yang lewat tidak menyentuk jembatan. Cara ini sudah terbukti tidak berhasil, karena jembatan tetap tidak terlindungi dan hanya berharap pada keahlian bermanuver navigator diatas kapal. Banyak contoh di Kalimantan dan Sumatera dimana kapal yang lewat dengan tambahan tenaga pandu dan kapal tunda tetap menabrak bagian jembatan karena aspek lain dari cara melindungi jembatan tidak dilakukan sama sekali.

Di negara lain yang memiliki lalu lintas sungai yang jauh lebih padat dari Indonesia, tidak satupun metode ini digunakan sebagai cara melindungi jembatan. Karena ada lebih dari 14 pilihan cara melindungi jembatan agar tidak tertubruk kapal. Yang paling baik adalah tentu dengan desain awal yang memperhatikan lebar bentangan kaki sungai serta ketinggian jembatan dari permukaan air.

Adanya peluang mengutip biaya dari kapal yang lewat bisa berakibat fatal untuk semua pihak. Karena jembatan pada akhirnya tidak mendapat pengamanan yang baik untuk dilindungi, dan orientasi pemerintah setempat bergeser menjadi target pendapatan dari kapal-kapal yang lewat.

Kegiatan ini berpotensi besar menjadi ladang pungli yang membebani negara. Kita tahu tidak semua kapal Indonesia memiliki asuransi yang menjamin kerugian pihak ke 3 seperti P&I Insurance. Yang mana jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan jembatan, maka kemungkinan penggunaan biaya perawatan dan perbaikan jembatan dari kas negara atau kas daerah menjadi membengkak.

Pemerintah harus jeli, bahwa pangajuan obat yang kurang mujarab dalam bentuk kegiatan pandu dan tunda di kolong jembatan hanya akan dinikmati segelintir pihak yang terlibat dalam penentuan metode tersebut, dan merugikan masyarakat luas jika jembatan rusak atau sampai ambruk. Karena niatan melindungi jembatan sudah terkaburkan dengan cara bisnis pemanduan.

Bahkan untuk jembatan yang dibangun dengan sangat baik yang memiliki jarak antar kaki sejauh 200 meter dengan ketinggian memadai untuk lalu lintas sungai dibawahnya seperti jembatan Martadipura bertipe Arch Bridge di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur kegiatan pandu tunda juga akan diberlakukan. Jembatan ini jelas beda dengan jembatan lain seperti jembatan Mahkota 1 di kota samarinda yang memiliki jarak antar pilar sejauh 80 meter dan sudah sering ditabrak tongkang yang lewat dikolongnya.

Sebagai catatan, berikut adalah hal yang umum diberlakukan di negara-negara yang memiliki banyak kapal yang benavigasi di dalam sungai.

1. Adanya SOP melewati jembatan, disertai pengaturan zona pengawasan lewat radar ataupun radio.

2. Pengaturan ukuran dan bobot kapal serta kecepatan saat melewati kolong jembatan harus ditentukan. 

3. Kapal tug boat penarik tongkang harus memiliki Pusher Knee yang besar dan kuat untuk posisi dorong. Karena pada posisi tarik (towing) seperti sekarang ini, kapal tidak memiliki kemampuan mengurangi kecepatan tongkang dengan baik

4. Sarana perlindungan kaki jembatan harus dilengkapi fender guide yang cukup panjang di kedua sisi jembatan. 

5. Waiting Dolphin/Jetty harus dibuat di kedua sisi sungai untuk kapal menunggu sampai saat yang diijinkan untuk lewat atau saat mengalami gangguan teknis.

6. Tanda signal Lampu merah dan hijau yang bisa dilihat dari jauh, menandakan kapal boleh jalan atau harus menunggu. 

7. Tanda keterangan kekuatan arus sungai harus mudah dilihat oleh kapal dari kedua sisi jembatan. 

8. Tanda air draft di kolong jembatan harus jelas terbaca oleh kapal dari kedua sisi agar ketinggian muatan kapal selalu aman dari resiko menyentuh jembatan diatasnya.

9. Nakhoda/ navigator harus berpengalaman, dilakukan asessment oleh organisasi profesi dibidang kompetensi navigator.

10. Untuk tug boat yang melewati jembatan harus memiliki sertifikat bollard pull dan dilakukan test secara berkala oleh lembaga independen. Sehingga kekuatan mesinnya terjamin sepadan dengan beban tongkang yang ditarik.

11. Penguatan kaki jembatan adalah faktor lain yang harus bisa dibuat, misalnya dengan mendangkalkan area sekitar kaki jembatan atau dengan sistem dolphin yang kuat, yang bisa mengeliminir resiko jembatan rusak tertabrak kapal. 

12. Desain tongkang berbanding tug boat harus disesuaikan, dengan sedikit perubahan di bagian buritan tempat kapal mengikat pusher knee dan camelong.

13. Posisi pandu (jika ada dan diminta) harus berada di  tongkang untuk mengarahkan dan memberikan advice kepada kapal penariknya dan kapal pendorongnya

14. Kapal assistance (jika ada dan diminta) harus memiliki kemampuan mesin baik,  memiliki pusher knee, camelong dan mampu menahan bobot tongkang dengan kekuatan mesinnya.

Kajian pemerintah daerah, Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan dan pihak terkait lainnya dalam menentukan cara perlindungan aset nasional seperti jembatan sudah seharusnya melibatkan para ahli dari berbagai pihak, agar hasilnya benar benar komperhensip dengan mengeliminasi resiko itu sebaik-baiknya.