Mengapa Finlandia Menjadi Pelopor Remote Pilotage (2) -->

Iklan Semua Halaman

Mengapa Finlandia Menjadi Pelopor Remote Pilotage (2)

19 Desember 2021

Sebagai negara maritim, kekuatan Finlandia sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Bangsa Nordic yang hidup dekat kutub utara ini (Finland, Sweden, Norway, Iceland, Faroe, Greenland, Aaland), rutin menghadapi musim dingin yang ekstrim dan bisa bertemperature sampai -51°C (1999). 


Wartsila


Kehebatan Finlandia didunia maritim bisa dilihat dari produksi kapal-kapal super mewah yang dibangun di galangan Turku atau mesin-mesin kapal niaga besar dan kapal pesiar besar diseluruh dunia. Sebagian kapal-kapal itu menggunakan mesin Wartsila, sekaligus perlengkapan navigasi dan peralatan automasinya. 


Sebagai perusahaan yang bergerak dibidang energi dan maritim, Wartsila didirikan pada 1834 dan sudah go publik sejak 1915. Dalam perjalanannya sampai saat ini Wartsila sudah mengakuisisi puluhan manufakturer besar di seluruh dunia. Perusahaan yang berkantor pusat di Helsinki ini, pada tahun 2020 membukukan pemasukan 4,604 Milyar Euro atau setara dengan 75 triliun dan beroperasi di 70 negara. 


Salah satu projek besar Wartsila kedepan adalah digitalisasi pengoperasian kapal niaga, tentu dengan dukungan pemerintah Finlandia dan para pemegang sahamnya. Pada 2017 mereka sudah berhasil mengoperasikan kapal offshore secara otomatis bahkan dari jarak 8000 km. Saat itu kapal suply Highland Chieftain (LOA 80 m) yang dilengkapi dengan paket alat navigasi Wärtsilä Nacos Platinum, Automation and Dynamic Positioning buatan Wartsila, dan tentunya dengan mesin Wärtsilä, beroperasi di North Sea dan dioperasikan secara remote dari San Diego Amerika Serikat. 


Apalagi kemampuan Wartsila dalam dunia maritim? Kapal pesiar terbesar didunia milik Royal Carribean International bernama Harmony of the Seas yang dibangun di St Nazaire, Prancis, menggunakan mesin Wartsila RT-flex 96C dengan ukuran mesin sepanjang 27 meter dan lebar 13,5  meter dan berbobot 2300 ton, sekaligus sebagai mesin terbesar untuk kapal niaga. Jika saja jembatan The Sound yang menghubungkan Denmark dan Swedia bisa dilewati kapal itu, hampir pasti pembangunan kapal tersebut dilakukan di galangan Turku, Finlandia. 


Remote Pilotage


Dengan kemampuannya yang dahsyat, Wartsila sangat berkepentingan atas suksesnya program remote pilotage di seluruh dunia walaupun peraturan belum mengakomodir hal itu. Sebagai langkah awal tentu dengan melakukan percobaan dimuka halaman mereka sendiri, yaitu pelabuhan Turku. Tidak heran kenapa Turku menjadi tempat pilihan Finlandia untuk melakukan remote pilotage pertama didunia. 


Justifikasi Wartsila dan pemegang saham sangat masuk diakal untuk pemerintah Finlandia, bahwa untuk mengurangi ketergantungan kepada tenaga pandu yang sudah menipis, serta bahaya kegiatan ini saat winter time, ditambah lagi dengan faktor efisiensi, maka dipastikan restu pemerintah Finlandia didapat secara penuh. Apalagi jika ini sukses, maka penjualan peralatan peralatan navigasi mereka akan laku keras dinegara-negara yang mengikuti langkah mereka untuk mengadopsi kegiatan remote pilotage dinegara masing-masing.  Sebuah bisnis yang cerdas. 


Kompetitor


Tidak jauh-jauh untuk melihat siapa kompetitor Finlandia dalam mengembangkan otomasi didunia maritim, tidak lain adalah tetangga mereka sendiri yang disebut sebagai Viking Merah (Norwegia). Saat ini Norwegia juga sedang gencar dengan projek Autonomous Ship mereka yang sudah dilayarkan dari Porsgrunn ke Brevik sejauh 6 mil semasa tahap percobaan bertahun-tahun sebelum dilayarkan ke laut lepas. Norwegia saat ini juga ada di baris depan dalam hal pembuatan dan penjualan peralatan navigasi elektronik lewat brand mereka Kongsberg. Sama seperti Wartsila, Kongsberg juga gemar mengakuisisi kompetitornya, salah satu yang terakhir mereka mengakuisisi Rolls Royce Marine pada 2019. Jika pembaca mencermati kapal dengan desain UT (Ulstein), maka akan selalu ada produk Rolls Royce dan Kongsberg didalamnya. 


Yang membedakan Kongsberg dengan Wartsila adalah di kepemilikan sahamnya. Jika Wartsila dimiliki sebagian oleh publik dan entitas usaha serta perbankan Finlandia, maka Kongsberg 50,004 % sahamnya dimiliki pemerintah Norwegia. 


Semoga Indonesia kelak bisa seperti mereka, menjadi bangsa inventor dan menjual produk-produk anak bangsa ke seluruh dunia. Sesuatu yang sangat mungkin terjadi apabila kita mulai dari pemikiran bagaimana bangsa ini membuat kapal sendiri, membuat mesin sendiri, peralatan pompa sendiri, alat navigasi sendiri dan membiayai pembangunannya dengan dukungan pemerintah sendiri. 


Kapan kita mulai ?