Yang Masih Tertunda, Memajukan Dunia Pelayaran Indonesia -->

Iklan Semua Halaman

Yang Masih Tertunda, Memajukan Dunia Pelayaran Indonesia

20 Desember 2021


Salam Maritim.


Dari puluhan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan ekonominya, salah satunya adalah membangun dunia maritim sebagaimana diamanahkan oleh undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran. 


Sebagai sarana pemersatu bangsa dalam aspek ekonomi, budaya, sosial dan kedaulatan di perairan Indonesia, keberadaan kapal akan selalu menjadi kebutuhan Indonesia sampai akhir jaman. Untuk itulah pemerintah membuatkan aturan yang menjadi amanah Kementerian Perhubungan cq Ditjen Hubla untuk memajukan industri pelayaran dan galangan kapalnya. Hal ini jelas tercantum didalam pasal 56 dan 57 Undang Undang nomor 17 tahun 2008 yang berbunyi;


Pasal 56;

Pemberdayaan Industri Angkutan Perairan Nasional;

Pengembangan dan pengadaan armada angkutan perairan nasional dilakukan dalam rangka memberdayakan angkutan perairan nasional dan memperkuat industri perkapalan nasional yang dilakukan secara terpadu dengan dukungan semua sektor terkait. 


Pasal 57:

(1) Pemberdayaan industri angkutan perairan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 wajib dilakukan oleh Pemerintah dengan:

a. Memberikan fasilitas pembiayaan dan perpajakan. Seterusnya lihat di UU 17/2008 pasal 57. 


Ketahanan ekonomi nasional dan kemandirian negara dalam berniaga secara internasional sangat bergantung pada keberadaan kapal-kapal Indonesia. Penambahan armada kapal nasional yang didukung pembiayaan dan perpajakan nasional diharapkan akan menumbuhkan kekuatan galangan kapal nasional dan secara langsung akan sangat berperan dalam mengembangkan jiwa bahari anak bangsa. 


Jika pelayaran domestik bisa tumbuh dengan proteksi asas cabotage, kenapa pelayaran internasional hanya bisa mengangkut sekitar 5% saja dari barang ekspor impor Indonesia?. Angka ini tentu sangat menyedihkan jika melihat potensi ekspor dan besarnya kebutuhan impor Indonesia, ada pemahaman yang mengatakan if you own the trade, you suppose to rule the transportation dan ini sangat erat kaitannya dengan pakem dunia pelayaran niaga ship follows the trade


Lalu mengapa kita tidak beranjak membaik bahkan cenderung turun jika dibandingkan dengan kemampuan Indonesia berniaga 50 tahun lalu? 


Pendanaan Perbankan Nasional 


Setiap kapal memiliki kewajiban finansial yang sama menurut prioritasnya, kewajiban tersebut adalah sebagai berikut;

1. Pengembalian pinjaman

2. Bunga bank

3. Biaya sertifikat dan dokumen

4. Biaya consumables

5. Gaji Crew

6. Asuransi

7. Biaya perawatan kapal

8. Tabungan biaya docking 

9. Biaya overhead

10. Margin keuntungan 


Mengacu kepada urutan diatas, kita bisa lihat bahwa urusan perbankan adalah prioritas utama. Pendeknya jangka kredit dan tingginya bunga bank tentu akan secara langsung mempengaruhi kekuatan finansial kapal di sektor lainnya. Apalagi jika di suatu negara urusan sertifikat dan dokumennya masih berbelit dan berbiaya mahal seperti di Indonesia, maka bisa dipastikan kapal tumbuh didalam atmosfer yang kurang sehat dan akan menjadi kerdil ukurannya. Di Indonesia, harga consumable bahkan masih lebih mahal dari negara tetangga kita, karena dikenai PPN dan PBBKB sehingga harga didalam negeri lebih mahal sekitar 15% dari negara lain. 


Tanpa menjelaskan secara detail, kita bisa tahu kenapa kapal Indonesia tidak mampu bersaing dengan kapal asing dalam menawarkan freight intenasional. Jika Jepang memberikan bunga kedit dibawah angka 1% (nol koma), dan negara tetangga lain memberikan bunga pinjaman kepada perusahaan pelayaran mereka diangka 3%, sangat berat bagi kapal Indonesia untuk bisa tumbuh di regional apalagi jalur internasional jika perbankan kita masih memberikan bunga diatas 10%. Ditambah lagi dengan pendeknya jangka kredit perbankan Indonesia. Siapa kuat bersaing? 


Apakah ada solusi dari masalah pembiayaan dan perpajakan kapal nasional agar kita bisa tumbuh menjadi negara yang independen berniaga keluar negeri seperti Iran misalnya? Kita tahu walaupun Iran di embargo Amerika tetap saja bisa menjual minyaknya karena memiliki armada nasional yang kuat. 


Kementerian Perhubungan cq Hubla yang sudah diamanahkan oleh UU 17 untuk melakukan pemberdayaan industri angkutan perairan semestinya berani meyakinkan pemerintah bahwa solusi untuk pendanaan adalah dengan menggolongkan kapal kedalam kredit infrastruktur Indonesia. Agar perbankan mendapat legal standing untuk memberikan kredit jangka panjang dengan bunga khusus yang bertujuan memajukan ekonomi Indonesia termasuk menyelamatkan defisit neraca berjalan yang setahunnya bisa ada di angka 100 triliun. Silahkan negara lain memiliki definisi kata infrastruktur sendiri, Indonesia adalah negara kepulauan yang tidak akan hidup tanpa kapal. Jika jembatan yang menghubungkan puluhan meter daratan saja disebut infrastruktur, mengapa kapal yang menghubungkan ratusan kilometer daratan tidak bisa digolongkan kedalam kategori infrastruktur? Let us think out of the box. 


Pendanaan Perbankan Asing 


Selama pemerintah belum membuat aturan turunan dari konvensi The International Convention on Arrest of ship  maka sulit berharap perbankan asing memberikan kepercayaan kepada kapal berbendera Indonesia. Sampai hari ini sejak digulirkannya Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2005 Tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional, tidak ada kelanjutan dari usaha pemerintah untuk masalah tersebut. Walaupun UU 17 tahun 2008 juga memasukkan hal tersebut kedalam pasalnya, tetapi tetap saja tidak ada aturan turunan dari niatan baik presiden tersebut.


Sekelas Pertamina saja yang baru-baru ini membeli kapal tanker raksasa Pertamina Prime dan Pertamina Pride lewat pendanaan konsorsium Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), dengan Bank Mandiri dan Bank BNI harus mendaftarkan kapalnya dengan bendera Singapura. Tentu ini tidak menambah jumlah kapal Indonesia secara hukum dan secara status walaupun kegunaan dan kepemilikannya (peminjam dana) adalah perusahaan negara. Mengapa kapal tersebut tidak di daftarkan sebagai kapal Indonesia dengan bendera Indonesia dan Awak kapal Indonesia? Mari kita lihat lebih jauh permasalahan umum pembiayaan kapal Indonesia melalui perbankan asing.


Kita coba ulas arti kata arrest of ship (penahanan kapal) dari konvensi tersebut agar memberikan gambaran jelas maksud dari konvensi tersebut.

Ship arrest; “penahanan atau pembatasan pemindahan kapal atas perintah pengadilan untuk mengamankan klaim maritim, tetapi tidak termasuk penyitaan kapal dalam pelaksanaan atau pemenuhan keputusan atau instrumen lain yang dapat dipaksakan”.


Klaim yang umum dijadikan dasar permohonan penahanan kapal oleh pemerintah (disebut; contracting state) setempat adalah;

1. Tidak dibayarnya gaji crew oleh pemilik

2. Tindakan gagal membayar pinjaman perbankan

3. Klaim atas pembayaran perbaikan kapal

4. Klaim atas pembayaran biaya salvage

5. Klaim atas kerugian termasuk cedera akibat pekerjaan/ kecelakaan diatas kapal  

6. Klaim atas General Average, dll.


Harus dipahami bahwa ship arrest adalah kegiatan yang bersifat in rem dimana maksud dari penahanan tersebut adalah untuk mencegah asset milik pihak yang di klaim dipindahkan ke tempat lain atau ke negara lain. Jadi kapal disini dipakai sebagai jaminan agar pihak yang digugat hadir di pengadilan untuk menyelesaikan kewajibannya. Selama kapal ditahan tentu pemilik tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari pengoperasian kapalnya.


Kekhawatiran perbankan asing dalam memberikan pinjaman kepada kapal berbendera Indonesia adalah apabila kapal tersebut gagal bayar kewajiban perbankan dan ada di Indonesia, maka tidak ada mekanisme yang bisa digunakan oleh perbankan asing untuk menahan kapalnya dan meminta pemilik kapal untuk melaksanakan kewajibannya. Asosiasi Pemilik Kapal Indonesia (DPP INSA) sendiri sudah berulang kali meminta pemerintah untuk membuat aturan turunan dari Konvensi ini, tentu dengan maksud agar pertumbuhan kapal di Indonesia beserta industri galangan kapal menjadi jauh lebih baik.


Pemerintah cukup mengambil salah satu langkah yang disebutkan diatas, apabila ingin memecah kebuntuan perkembangan industri pelayaran Indonesia. Efek dari perbaikan sektor pendanaan kapal akan sangat signifikan, apalagi dibarengi dengan transparansi biaya sertifikat kapal dan dicabutnya pajak BBM kapal. Hal yang paling mencolok adalah akan bertambahnya kesejahteraan awak kapal diatas kapal-kapal berbendera Indonesia.


Walau tidak serta merta menjadikan kapal Indonesia mampu bersaing head to head dengan raksasa pelayaran dunia, tapi langkah awal menuju kesana harus segera dimulai sebelum kita ditinggalkan kapal-kapal asing hanya karena isu sentimen dari pesaing Indonesia untuk produk ekspor yang sama. Apalagi sampai kena embargo dari dunia internasional seperti yang dialami Iran. Jangan sampai terjadi seperti pepatah tikus mati di lumbung padi.