APA ADA SANGSI HUKUM BAGI PIHAK YANG MENAHAN IJAZAH PELAUT? -->

Iklan Semua Halaman

APA ADA SANGSI HUKUM BAGI PIHAK YANG MENAHAN IJAZAH PELAUT?

Ananta Gultom
31 Juli 2022

Play Untuk Audio Berita

 

Ilustrasi: istock photo

Oleh: Dwiyono Soeyono. – Perwira Pelayaran Niaga.

Jakarta, 30 Juli 2022.


Tindakan menahan ijazah dapat diganggap hal demikian sebagai persoalan serius memiliki potensi pelanggaran HAM. Pasalnya, ijazah yang ditahan kerap dijadikan alat jebakan untuk menekan pekerja sehingga tidak bisa memperoleh hak pemiliknyanya secara maksimal untuk mencari nafkah keluarga.


Kecenderungan fenomena seperti ini akan menjadi trend dalam kehidupan perburuhan scara umum karena model industrinya mengarah ke sana mengingat ada celah abu-abu dalam perangkat hukum hubungan industrial.


Kontrak kerja itu seyogyanya harus menjunjung tinggi azas niat baik. Tidak ada jaminan dan sebagainya. Ini juga menyalahi Undang-Undang Ketenaga-kerjaan serta tidak menghargai hak milik dan berpotensi menghambat .


Ijazah adalah dokumen hak pemilik yang menyatakan bahwa pemilik telah menyelesaikan dan berhasil mempelajari suatu tingkatan ilmu dan pelajaran. 

Ijazah diberikan di setiap tingkatan sampai pada tingkat Pendidikan Tinggi yang merupakan bukti tertulis bahwa seseorang telah menyelesaikan pendidikannya dan dianggap sudah memahami ilmu-ilmu yang telah diajarkan. 


Nah, karena itu ijazah merupakan dokumen berharga dan penting karena untuk mendapatkannya dibutuhkan kerja keras dan pengorbanan dari sisi tenaga, pikiran, waktu, dan biaya. 


Demikian hal yang sama berlaku secara hokum bagi Pelaut yang memiliki dokumaen kepalautan termasuk ijazah. Namun, bagaimana apabila ijazah yang telah didapatkan Pelaut dengan perjuangan keras itu ditahan oleh perusahaan atau lembaga tempat kita bekerja?


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenaga-kerjaan), sejatinya tidak ada aturan yang memperbolehkan perusahaan untuk menahan surat-surat berharga milik karyawan, termasuk ijazah. 


Penahanan ijazah oleh perusahaan ini kerap terjadi saat hanya bila telah ada kesepakatan antarkedua belah pihak. Kesepakatan antara pekerja dan pengusaha ini biasa dituangkan dalam perjanjian kerja yang mengikat pekerja dan pengusaha dalam hubungan kerja, baik secara lisan maupun tertulis. 


Jadi, hak untuk menahan ijazah pekerja lahir dari perjanjian atau kesepakatan kerja bukan peraturan ketenagakerjaan. Maka dari itu, apabila ada klausul penahanan ijazah dalam perjanjian kerja yang kemudian disepakati oleh si pekerja, maka penahanan ijazah tersebut adalah sah menurut hukum. 


Mengapa? Karena berdasarkan Pasal 132 yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian adanya kesepakatan kedua belah pihak.


Namun sayangnya dalam kondisi seperti ini, posisi si Pelaut menjadi lemah dan dirugikan karena sering kali terjadi situasi dimana ijazah pekerja tetap ditahan dan tidak dikembalikan saat yang bersangkutan memutuskan untuk berhenti bekerja. 

Bahkan terkadang perusahaan menahan ijazah pekerjanya tersebut untuk meminta ganti rugi saat si pekerja ini berhenti bekerja. 

Karena hal inilah kemudian si pekerja kehilangan kesempatannya memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan ada kemungkinan tuntutan harus membayar penalti sebagai uang tebusan untuk mendapatkan ijazahnya kembali bilamana Pelaut mengundurkan diri sebelum masa kontrak berakhir.


Penahanan ijazah ini merupakan penahanan atas benda jaminan karena dalam kasus ini ijazah digunakan sebagai jaminan kontrak kerja antara perusahaan dan pekerja. 


Hal ini merupakan wujud dari perkembangan benda jaminan yang telah mengalami penafsiran ekstensif, karena pada dasarnya benda jaminan adalah sesuatu yang memiliki sifat kebendaan yang dialihkan dan memiliki nilai ekonomis, yang mana disini tidak tampak adanya kenyataan bahwa ijazah dapat dialihkan maupun memiliki nilai jual. 


Selain itu, faktor belum adanya peraturan eksplisit yang secara tegas mengatur hal ini menjadikan Pelaut sangat dilemahkan posisinya dan sangat dirugikan atas kekosongan hukum ini. Lalu, upaya apa yang dapat ditempuh Pelaut saat ijazahnya ditahan oleh perusahaan sedangkan si Pelaut memutuskan untuk berhenti bekerja?


Pelaut harus memastiak dahulu perjanjian kerja dengan perusahaan yang telah disepakati secara seksama. Perlu diamati secara teliti apakah memang ada klausul mengenai penahanan ijazah itu atau tidak. 


Jika ada, maka anda dapat mengupayakan cara-cara kekeluargaan terlebih dahulu dengan membicarakan secara baik-baik kepada atasan anda dan mencoba mencari jalan keluar bersama agar kedua belah pihak tidak menanggung kerugian yang berarti. 

Namun jika di dalam perjanjian tidak ada klausul tentang penahanan ijazah tapi perusahaan tetap melakukannya, maka anda dapat menggugat perusahaan yang menahan ijazah tersebut atas dasar perbuatan melawan hukum atau melaporkan ke polisi atas tuduhan penggelapan.

Mengapa perbuatan melawan hukum? Karena penahanan ijazah oleh perusahaan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum pada umumnya. 


Si Pelaut menderita kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan perusahaan melalui penahanan ijazah yang tidak ada dalam klausul perjanjian kerja. Tentu saja, kerugian yang diderita si pekerja ini ada hubungannya secara langsung dari niat tersembunyi dengan kesalahan pembuat, yang dalam hal ini adalah perusahaan.


Lalu, mengapa penggelapan? Tentu saja, perusahaan yang mungkin sebelumnya meminta pekerja untuk memberikan ijazah asli untuk keperluan administrasi atau semacamnya kemudian melakukan penahanan terhadap ijazah tersebut. 

Namun stelah keperluan administrasi selesai, secara hukuh tidak ada hak perusahaan menahan hak milik orang secara pribadi sehingga seolah penguasaan terhadap barang itu berpidah tangan. 


Perlu dipahami bahwa penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain (sebagian atau seluruhnya) dimana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara tidak sah. Karena perbuatan menahan ijazah yang dilakukan oleh perusahaan ini termasuk dalam perbuatan penggelapan terkait pasal 372 KUHP. 


Kesimpulannya adalah:

Bagi Pelaut harus benar-benar membaca secara teliti setiap pasal yang tertuang dalam perjanjian yang akan ditanda tangani.


Bila ada pasal kesepakatan kedua belah pihak dalam perjanjian yang ditanda-tangani tentang penahanan ijazah, maka sah bila diakhir kontrak yang berakhir dengan baik bila ada penahanan dokumen/ijazah Pelaut.


Bila tidak tercantum dalam perjanjian yang ditanda-tangani dan ada kesepakatan kedua belah pihak, maka tidak sah bila diakhir kontrak yang berakhir dengan baik bila ada penahanan dokumen/ijazah Pelaut.


Bila kasus no.3 yang terjadi, langsung laporkan kepada serikat pekerja dimana Pelaut terdaftar sebagai anggota.


Bila serikat pekerja tidak membela dan menelantarkan anggotanya yang memiliki hak bela, maka buatkan berita acara segera.


Atas dasar butir no.3 dan no.5 diatas yang telah dituangkan dalam berita acara, laporkan kepada Subdit Keplautan DITJENKAPEL, Kemenaker atau Polisi di wilayah kerjanya yang berwenang dengan pasal dugaan penggelapan.

Catatan:

Kasusnya akan berbeda bila Pelaut yang ditengah kontrak masih berlaku meminta berhenti, atau sebaliknya perusahaan yang meberhentikan awal, kapal dijual dalm masa kontrak masih berlaku, akapl dijual, perusahaan dijual, perusahaan merger.


Diingatkan uu no.13/2003 tentang ketenaga kerja dalam pasal 1 ayat 16: 

Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hubungan industrial ini berlaku juga bagi industry martim niaga.

Artinya hubungan industry antara pelaut sebagai penyedia jasa dengan pegusaha sebagai penyedia kerja harus selalu diawali niat baik dari kedua belah pihak tetap beradab memperlakukan ikatan hubungan industry dengan mengedepankan etika-etika yang berlaku kedua belah pihak. 


Dari sisi profesi, tugas dan peran IKPPNI sebagai organisasi profesi sudah tuntas memulai secara pro-aktif sejak tahun 2012 dengan mencipta adanya KODE ETIK profesi, yang mana hal demikianpun sebaiknya difahami oleh para pemangku kepentingan pengguna jasa Pelaut Niaga secara umum, Perwira Pelayaran Niaga secara khusus.